Last Champagne chapter 36 - 39

Copyright © 2014 CamilleMarion All Rights Reserved







Chapter 36. Holden Daphney Vanessa Bannister
Akhir-akhir ini rasanya aku tidak bersemangat untuk melakukan apa pun.. Suntuk. Bosan. Malas. Bad mood. Plus kurang enak badan..
Jadi, hari sabtu 4 Juni ini kuputuskan untuk tetap di rumah, walaupun aku tahu aku sudah ditunggu di lokasi syuting. Tapi apa peduliku? Aku sungguh tidak punya semangat untuk melakukan apa pun. Aku cuma ingin duduk bersandar di sofa, menonton TV. Kebetulan saat itu saluran TV tengah menayangkan siaran ulang Grand Prix F1 seri ketujuh hari minggu kemarin, yang berlangsung di Turki.
Entah bagaimana aku selalu terpukau setiap melihat betapa kencangnya mobil-mobil balap itu berpacu di lintasan, dan betapa seksinya raungan mobil-mobil itu. Ah aneh, seharusnya aku benci melihat ajang balapan seperti itu sekarang.
Ponselku berdering nyaring, dengan malas aku menjawab, “..Halo.”
“Hollie, apa yang kaulakukan! Bisa-bisanya kau membolos syuting! Apa kau pikir dengan ketidakhadiranmu di lokasi, maka syuting bisa berjalan sesuai rencana? Kau ini kan dikontrak!” tegur suara di seberang. Managerku yang cerewet..
Aku berdecak kesal. “..Kenapa orang-orang lain bisa membolos kerja, sementara aku tidak?”
“Karena kau adalah aktris, dan memang pekerjaanmu seperti ini! Banyak menuntutmu! Masa kau tidak sadar-sadar juga dengan profesimu ini?”
“George, aku tidak enak badan hari ini... aku ingin istirahat...! Aku juga lelah, suntuk..! Masa sehari saja tidak boleh...? Katakan saja pada sutradaranya, aku sakit! Kalau aku istirahat seharian, besok pasti aku sembuh ..Besok juga aku pasti datang ke lokasi."
“...Ok. Dan kau harus tepati janjimu, besok kau harus datang!”
“Iya..!”
“..Oh ya, dan satu lagi. Kulihat kau akhir-akhir ini bertambah gemuk, Hollie. Segera timbang berat badanmu, dan dietlah! Jangan sampai kau jadi tidak laku karena persoalan ini. OK?” .telepon diputus.
Aku mendengus kesal. Tidak enak menjadi aktris! Gemuk sedikit, salah! Tidak menjaga image, sangat salah! Semua.. salah! Mana punya manager segalak herder, lagi. Dia tidak paham, jika aku lagi benar-benar suntuk, capek, tidak enak badan, dan butuh istirahat!
Sudah ah, memikirkan pekerjaan serta managerku yang menyebalkan malah membuatku semakin suntuk. Lebih baik lanjutkan menonton saja.. Kulihat melalui layar tv, Isaac tampaknya baru saja selesai melakukan pit stop keduanya, dan ketika akan kembali ke lintasan dia rejoin tepat di depan pembalap Forrier, Shawn Renan, mantan rekan setim Fez. Namun Renan tidak bersedia memberikan posisinya pada Isaac, dan langsung nekat menyalip dari dalam.
Aku jadi kepikiran.. Ada apa dengan Isaac? Sejak seri kelima kemarin, dia jadi buruk! Tidak mendapat poin-lah, didiskualifikasi karena menjadi penyebab kecelakaan pembalap lainlah.. gila ya, fatal sekali! Dan kudengar, di seri tujuh ini dia cuma berhasil finish kedelapan. ..Apa gara-gara dia putus dengan Margee? Tapi masa pembalap profesional seperti dia bisa tampil buruk gara-gara masalah pribadi sih?
Namun semakin memperhatikan jalannya race, moodku malah menjadi semakin buruk..
Dulu, aku termasuk salah satu gadis di dunia yang selalu menunggu-nunggu Grand Prix. Yang selalu duduk dengan setia di depan TV begitu Grand Prix dimulai. Yang selalu berharap-harap cemas, agar Fez bisa finish dan menang, minimal naik podium..!
Fez.... aku sangat mencintaimu... tapi kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?!
Aku teringat kembali kejadian-kejadian buruk yang terjadi hari selasa lalu.

Seperti biasa, aku menemani Fez melukis seharian. Aku mengajaknya mengobrol, membawakannya minuman dan makanan ringan,.. malahan kadang aku memijat bahunya kalau dia merasa pegal dan penat. Kurang perhatian bagaimana sikapku pada Fez?
“Hollie?" Fez memanggilku.
“Ya..?”
“Kamu tidak ada jadwal syuting, atau acara lainnya?”
“Sebenarnya ada sih, tapi gampanglah..! Aku kan ingin di sini, menemani kamu.”
“Begini ya,” Fez meletakkan kuas dan paletnya, lalu menatapku tepat di mata. “..Aku ingin memberitahumu sesuatu.”
Ada apa ya? Aku mengerutkan alis. “Ada apa, Fez..? Bicaralah, aku mendengarkanmu.”
“Setelah sekian lama kupikir... aku baru menyadari, aku ternyata belum siap dan tidak ingin melanjutkan hubungan kita ini. Aku masih ingin bebas, Hollie. Aku masih ingin sendirian dan bebas. Yah, walaupun aku masih ‘terikat’ handicap seperti ini.”
.... Apa yang barusan kudengar tadi?
Aku, masih ingin sendirian dan bebas. Aku ingin.. bebas. Aku .. belum siap.. dan tidak ingin melanjutkan.. hubungan..? Kenapa??
“Kamu... Apa kamu tidak menginginkan kehadiranku lagi, Fez?” tanyaku lirih.
“Kamu masih punya karir yang bagus, kan? Kejarlah karirmu itu, raihlah mimpi-mimpi kamu.”
Hanya karena karir? “....Jadi itu alasanmu.”
“Well, tidak juga. Sudah kubilang, aku masih ingin bebas. Mengertilah.”
Kurasakan mataku memanas. “Tapi kenapa? Apa aku kurang baik bagimu? Apa aku kurang menyenangkan, apa aku kurang....”
“Hollie, aku hanya ingin bebas.”
“Tapi aku mencintaimu, Fez..”
Fez tersenyum sinis. “’Cinta’, bagiku itu bullshit.”
Kata-katanya barusan bagaikan pisau yang menusuk langsung hatiku. Bullshit.. bullshit kah selama ini?  “Jadi.. jadi selama ini, kamu tidak mempunyai perasaan apa-apa padaku?”
Fez menghela nafas panjang. "Kalau kamu mau aku jujur, aku bosan denganmu. Aku hanya ingin menikmati permainan cintaku dengan kamu, dan aku sebenarnya hanya ingin melukis tubuh indahmu. Itu alasanku menjadikan kamu pacarku.”
Bohong.. Benarkah yang baru saja kudengar???? “Brengsek!!” umpatku.
Tenang, Hollie. Masih ada cara.. Aku lalu bangkit berdiri, “Fez, kamu punya rahasia besar yang kamu percayakan padaku. Kamu akan menyesal, karena dalam waktu dekat ini, aku pasti akan membocorkannya pada semua orang, termasuk keluargamu..!” aku berusaha mengancam Fez, tanpa bisa mengontrol suaraku yang terdengar jelas bergetar. Apakah ancamanku ampuh??
Kurasa tidak. Fez malah tertawa ringan. “Silakan saja. Toh rahasiaku itu sebenarnya tidak sebesar yang kamu bayangkan. Justru kamu yang mempunyai rahasia begitu besar yang kamu percayakan padaku. Lukisanmu masih tersimpan dengan rapi di tempat yang aman. Dan aku bisa mengeluarkan lukisanmu itu dan menunjukkannya pada media, kapanpun aku mau. Dan kau tentu tahu apa akibatnya bila lukisan itu sampai terlihat media massa. Aku pemegang kartu As, Hollie, jangan macam-macam denganku.”
Dadaku terasa sesak. Lukisan nudis sialan itu!!!! “.......Licik!!"
“Kalau kamu tidak mau namamu dan martabatmu hancur di mata publik, jangan macam-macam denganku. Mengerti?”
“....Kalau aku tidak membocorkan rahasiamu...”
“Rahasiamu pun tetap aman di tanganku. Kita sama-sama memegang rahasia, Hollie. Dan kalau kamu menyerangku lebih dulu, aku akan balik menyerangmu. Tapi kamu tenang saja, aku tidak akan pernah menyerangmu lebih dulu.”
Apa salahku sampai kamu memperlakukanku seperti ini? “...Kamu memang bajingan, Fez."

.....Jadi... Oh Tuhan, dia hanya menginginkan tubuhku! Bajingan.... Brengsek! Kenapa kamu tega seperti itu.... Apa salahku, Fez? Apa kamu tidak tahu aku tulus mencintaimu,  apapun keadaanmu??? Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini.. Dan kenapa aku masih mencintaimu?? Padahal kan, seharusnya rasa itu sudah berubah menjadi benci!!
Sudah berapa banyak air mataku keluar gara-gara dia. 
Oh.. aku tidak bisa diam terus di rumah seperti ini. Aku butuh teman....

Siangnya aku dan Royce janjian bertemu di kafe.
“Kamu mau pesan makan apa, Hollie?” tawar Royce.
Aku sama sekali tidak nafsu makan. Aku menggeleng. “..Aku pesan minum saja,” jawabku. “Saya pesan jus apel, ya,” kataku pada waiter.
“Lho, kenapa kamu tidak makan? Ini kan tepat waktu makan siang.”
“..Aku sedang tidak ingin makan, Royce. Kamu saja yang makan..”
“Masa aku makan sendirian?” protes Royce. “Kalau begitu, saya pesan kopi hitam.. dan kentang goreng. Untuk sementara itu saja dulu,” katanya kemudian pada waiter.
“Kenapa kamu tidak pesan makan?”
“Karena tidak enak makan sendirian. Kamu sedang diet ya?”
“Tidak... Memang sih managerku menyuruhku diet, tapi aku tidak peduli! Masa aku harus menurutinya terus. Entahlah Royce, aku akhir-akhir ini tidak nafsu makan. Selain karena banyak pikiran.. juga kalau melihat makanan, bawaannya mual. Cuma ngemil saja, dan tidur. Pantas aku tambah gemuk.”
“..Kamu sakit?”
“..Mungkin." Aku menarik nafas. "..Royce, sorry ya, kalau aku merepotkan. Tiba-tiba meneleponmu dan mengajak bertemu. Kamu juga tidak jadi makan gara-gara aku. Karena.. aku tidak tahu lagi harus bercerita pada siapa...  Salah teman curhat, bisa-bisa gosip tentangku langsung beredar..! Makanya aku percaya padamu. Lagipula memang lebih nyaman bertukar pikiran dengan lawan jenis. Pria biasanya bisa memberi pendapat lewat cara pandang yang berbeda dari cara pandang wanita. Benar tidak? Maaf aku merepotkan ya Royce.."
Royce tersenyum. “Hollie, kamu sama sekali tidak merepotkanku. Kamu sahabatku, dan aku akan selalu ada untukmu. Nah, sekarang coba ceritakan apa yang membuatmu jadi seperti ini."
Aku menarik nafas panjang, dan berujar lirih, “Tahukah kamu.. aku selama ini berpacaran dengan Fez?”
Royce terbelalak kaget. “Apa?”
Aku mengangguk. “Sudah beberapa bulan ini aku menjalin hubungan dengannya..”
“Tunggu sebentar. Kamu bilang, kamu pacaran dengan Fez? Kenapa aku tidak pernah tahu ada benih-benih cinta antara kamu dan Fez?”
“Aku.. aku sangat mencintai Fez. Dia menyenangkan. Dia.. nyaman diajak bertukar pikiran. Humoris... terlebih, bagiku dia tampan. Sudah lama aku jatuh cinta pada Fez. Sejak aku dan dia syuting iklan bareng.... Tapi dia tidak pernah tahu perasaanku. ...Kemudian, dia kecelakaan dan lumpuh. Aku tergerak untuk menemuinya dan menemaninya... Itulah awal kedekatan hubungan kami..  Semuanya terjadi begitu saja. Kami makin dekat, dan akhirnya dia menembakku... saat FIA Gala Prize Desember kemarin.  Dan.. dan beberapa hari yang lalu dia mengakhiri hubungan kami, dengan alasan yang sangat menyakitkan, Royce....” aku tidak bisa menahan lagi air mataku.
Royce terdiam. “Ya Tuhan, seandainya aku tahu sejak awal kamu memendam perasaan padanya! Kenapa aku tidak pernah tahu! Seandainya aku tahu sejak awal, aku bisa memperingatkanmu untuk menjauh dari Fez! Dia itu sejak dulu suka bermain wanita, dia bajingan! Maafkan kata-kataku, tapi sepertinya tidak ada kata-kata yang lebih cocok lagi selain bajingan. Buaya. Apa kamu tidak tahu track recordnya selama ini? Pacarnya banyak, Hollie.”
Aku menatap Royce lama. Benarkah... Aku kemana saja selama ini, kenapa tidak tahu hal yang seperti itu?
“...Dan sekarang sudah terlambat. Kamu sudah menjadi korbannya untuk yang kesekian ratus.”
Aku menundukkan kepala dan terdiam. “....Dia memang playboy...! Buaya darat, dasar laki-laki bajingan..!”
Royce menghela nafas. “Aku turut menyesal, Hollie. Seandainya aku tahu...” ujar Royce penuh simpati seraya menggenggam tanganku.
“...Yeah, seandainya kamu adalah teman curhatku sejak awal...” ada banyak hal yang terlintas di pikiranku, dan sekarang aku merasa bingung, putus asa, .. depresi. Sampai sebegitunya pengaruh Ferris Rutherford sang bajingan.. Terkutuklah kamu, Fez!
“Sudahlah, Hollie,” ujar Royce memecah keheningan. “Lupakan dia. Masih ada segudang cowok berkualitas yang mengantri menjadi tambatan hatimu, kamu harus tahu.”
Aku spontan menggeleng, “...Tidak.. tidak bisa, Royce...! Aku tidak bisa melupakan Fez. Kurasa aku tidak akan sanggup melupakan Fez..”
“Hollie, semakin kamu katakan pada dirimu bahwa kamu tidak bisa, kamu akan benar-benar sulit melupakan dirinya! Ubah mind set kamu!” tegur Royce.
Aku menggeleng lagi, “...Tidak bisa.. Aku tidak ingin melupakannya.. Fez.. tidak pernah ada yang seperti Fez!”
Royce sepertinya terkejut mendengar kata-kataku barusan, dia menatapku tidak percaya. Aku tahu aku harus melupakan Fez si bajingan yang sudah melukai hatiku begitu dalam.. Tapi aku tahu aku terlalu mencintainya.. dan mungkin aku tidak akan bisa melupakannya.
“Hollie! Beau!” seseorang memanggil kami, spontan aku menoleh. Ternyata Isaac.. Dia berjalan mendekati kami sambil tersenyum lebar.
“Hey! Kalian kok ada di sini?” sapa Isaac hangat.
Royce bangkit berdiri dan memeluk Isaac, “Hei, Bro. Kau sendiri?” balasnya.
“Well, aku tadi sedang makan siang dengan teman-teman tim, dan kita baru mau balik ketika kulihat kalian juga di sini. Boleh gabung?”
“Tentu saja! Kau selalu diterima dengan tangan terbuka. Duduklah,” tawar Royce. "Memang kau tidak sibuk?"
"Ya, terlambat sedikit tak apalah," sahut Isaac. Dia menyapaku dulu sebelum duduk, “Hai, Hollie,” sapanya sambil menempelkan pipi denganku.
“Hai, Ike..” sekilas kupandang Isaac, “..Wah, kamu kurusan ya Ike...?”
“Hah?”
Royce menyahut, “Ya, kau kurus sekarang?”
“Oh, masa? Aku tidak merasakan apa-apa,” jawab Isaac.
Kamu kurus sekali Ike, sungguh.. Apa kamu stres? “Aku lebih senang melihatmu segar dan berisi, Ike."
“Maksudmu, kamu lebih senang melihatku gemuk?” kelakar Isaac. “Well, entahlah, kurasa karena jadwal semakin padat dan sibuk kesana-kemari..” lanjutnya. Dia memandangku dan Royce bergantian, “Kalian kencan, nih?” tanyanya iseng.
“Ah, tidak.. aku sedang butuh teman curhat..”
Isaac tertawa ringan, "Iya, santai.. Kalian sedang ngobrol serius rupanya, aku mengganggu ya?"
Aku menatap Isaac lama. Wajahnya benar-benar mirip dengan Fez, si bajingan.. Tapi kedua orang ini jelas-jelas berbeda sifatnya. Yang satu tidak punya perasaan, yang satu simpatik dan ramah. Kenapa bisa bertolak belakang seperti itu? Aku menarik nafas panjang. "...Semua ini berhubungan dengan kakakmu itu, Ike. Aku benci sekali padanya. Aku benci...! ....Seharusnya."
Isaac mengerutkan kening. “..Ada apa..? ..Ada apa, Hollie?” tanyanya penuh perhatian. Dia memandangi wajahku, dan dia baru menyadari mataku yang merah dan sedikit berair, “..Hey, kamu habis menangis, ya?” tanyanya concern sambil mengusap pipiku.
Royce angkat bicara, “Hollie sudah resmi menjadi salah satu ‘korban’ kakakmu itu, Ike.”
Mata Isaac terbelalak lebar. “Apa?” serunya kaget. Dia menatapku tidak percaya, “..Benar itu?” tanyanya.
Aku mengangguk.
“Fuck! Dasar maniak! Dia sekarang malah mempermainkan sahabatnya sendiri!” seru Isaac. Dia menyisiri rambut dengan jemari, seakan dia ingin menjambaknya hingga lepas. “..Tidak punya hati! Main rayu sembarangan orang!” serunya lagi dengan kesal. Lalu dia menanyaiku lagi, “Apa kamu tidak tahu kalau dia itu playboy, Hollie?”
Aku menggeleng. “...Aku tidak pernah tahu.. Aku baru tahu kalau dia itu bajingan.. setelah dia memutuskanku dengan sadis..”
Royce menyambung, “Masalahnya sekarang adalah, Hollie menolak melupakan Fez.”
“Hah? Hollie, come on! Masih banyak pria yang jauh lebih berkualitas menunggumu di luar sana!” tegur Isaac.
Kalian berdua gampang bicara seperti itu, kalian berdua tidak tahu apa yang kurasakan! “..Kalian bukan aku! Kalian tidak akan mengerti bagaimana perasaanku sekarang! Aku sangat mencintai Fez..”
“Walaupun dia sudah menyakiti hatimu?” tanya Isaac tajam.
Aku mengangguk. “Aku juga tidak tahu mengapa, tapi memang aku masih menyayanginya..! Aku juga bingung.. padahal seharusnya aku sekarang membencinya, karena dia menyakitiku, karena dia mempermainkan hatiku... dan... lebih-lebih.... dia.....” Aku terdiam. Tidak! Jangan! Jangan katakan pada mereka soal lukisan sialan itu.. Hampir saja aku keceplosan!!
“..Apa?” tanya Royce.
Aku tidak menjawab.
“’Dia...’ apa, Hollie?” tanya Isaac penasaran.
Aku menggeleng. “...Lebih baik kalian tidak usah tahu.  ...Ini memalukan...”
Isaac dan Royce saling bertatapan. Apa mereka bisa memperkirakan apa yang ada dalam pikiranku??
Sekian lama kami terdiam, asyik dengan pikiran masing-masing.
Royce memecah keheningan, “..Hayo, sudahlah! Jangan terus menerus sedih, Hollie,” ujarnya seraya menggenggam tanganku dengan hangat. “Semangat, dong! Masa kamu membiarkan hidupmu, apalagi karirmu, jadi terpuruk karena hal ini?”
Isaac menyahut, “Yeah. Soal Fez, jangan dipikirkan dululah. Suatu saat, pasti dia akan mendapat karmanya sendiri, karena suka mempermainkan wanita. Believe it, karma does exist.”
Aku terdiam.
“Nah, sekarang bagaimana kalau kita hang out? Daripada di sini terus, mukamu akan semakin terlihat mendung!” ajak Royce.
Baik sekali mereka, sahabat-sahabatku yang baru satu setengah tahun ini kukenal. Seandainya aku mengenal kalian sejak dahulu..


Chapter 37. Royce Beauregard
Aku dan Isaac janjian malam itu juga di rumah Highgate, kami berencana untuk menegur Fez yang sudah keterlaluan. Hollie temannya sendiri, bisa-bisanya dia mempermainkannya juga! Apa Fez benar-benar tidak punya akal sehat?
Kami menemui Fez yang masih asyik melukis di kamar lukisnya. Tidak pagi, siang, malam, dia selalu berkutat di depan kanvas. Lukisan-lukisannya yang sudah selesai digarap menumpuk di sudut ruangan. Fez menoleh, melihat kedatanganku dan Isaac. “Hey, kalian! Tumben datang berdua. Janjian?” sapanya.
Aku membungkuk dan memeluk Fez, “Hai, Bro.”
Isaac pun memeluk Fez.
“Minggu depan Grand Prix Inggris, kan? Memang malam ini kau tidak ada acara?” tanya Fez pada Isaac.
“Lagi tidak,” jawab Isaac singkat. Dia melihat lukisan Fez dan berkomentar, “Melukis terus kerjamu? Istirahatlah dulu."
"Kalau sedang mood, aku tidak kenal kata capek, Ike," sahut Fez masih asyik menyapukan kuas.
Aku menarik kursi dan duduk di dekatnya, “..Hollie masih sering mengunjungimu, Fez?”
“Tidak. Mungkin dia sibuk syuting? Who knows,” jawab Fez ringan.
“Bukannya karena dia sakit hati gara-gara perbuatanmu?”
Fez menatapku, lalu tersenyum. “Hollie berkata begitu padamu?”
Fez menjawab seakan hal itu adalah hal yang paling wajar sedunia. Benar-benar sakit jiwa kurasa.“Siapa sih yang tidak sakit hati setelah dipermainkan? Kau gila, ya? Sahabatmu sendiri kau permainkan! Tidak ada cewek lain, Fez? Bukannya aku mendukung kelakuanmu, tapi pilih-pilih orang lah! Bisa-bisanya kau mempermainkan sahabatmu sendiri?”
“Jangan kolotlah,” sahut Fez. “Sejak kapan sih kalian mengurusi cewek yang pernah kukencani?"
“Kau tidak berubah, ya?” sahut Isaac. Terdengar nada kesal dalam suaranya.
Fez menyeringai, “Kenapa aku mesti berubah? Memang apa yang mesti kuubah? Apa aku ada salah?”
Aku mulai naik darah, “Hah! Hal seperti itu masih juga ditanya! Kau ini sama sekali tidak punya otak??” seruku kesal.
Isaac menyambung, “Kupikir setelah kau terikat handicap, kau akan berubah. Ternyata kau masih tetap seorang heartbreaker, Fez.”
"Oh, jadi itu rupanya yang kalian berdua masalahkan.." Fez mengangkat bahu. “Well, itu berarti aku jauh lebih baik ketimbang kalian. Ok, aku terikat handicap, tapi terbukti masih ada cewek yang tertarik padaku. Sementara kalian? Hmm! Pria-pria tolol yang buta pada cinta yang bullshit. Kau,” ujarnya sambil menatap Isaac. “..Kau masih mengharapkan cewek yang sudah bukan milikmu? Cewek itu tidak hanya dia saja, di dunia ini masih ada jutaan cewek menganggur yang bisa kau pilih sesukamu! Apa kau tidak bisa menikmati hidup? Dan lagi, karirmu yang tidak sembarangan orang bisa raih, ikut terkena dampak dari pengharapanmu yang tidak berguna itu. Please, Ike. Jangan tolol! Jangan idiot dan naif! Berapa tahun kau habiskan demi menjadi pembalap Formula, dan semua itu hancur hanya karena kecengenganmu berpisah dengan cewek? Kau sangat memalukan dan menyedihkan!”
“..Kau,” ujar Fez sambil menatapku. “Kasusmu juga sama saja. Kau buta pada sekelilingmu. Apa kau tidak bisa melihat, banyak cewek yang dengan senang hati menjadi milikmu? Kau menyia-nyiakan mereka dan masa mudamu hanya karena kau masih kepikiran orang yang sudah mati! Apa gunanya kau masih mempertahankan dia, sementara dia sudah tidak bisa kau sentuh lagi, sudah jadi kerangka dan mungkin sudah jadi tanah! Orang mati tidak akan bisa hidup lagi! Orang idiot saja paham hal itu. Harusnya kau juga paham, kau berpendidikan tinggi kan?"
......
Aku benar-benar speechless. 
Apa yang kau katakan tadi?! 
Kau seenaknya bicara, tanpa filter sama sekali! Jadi itu yang ada di benakmu tentang aku dan Isaac??! ****!!! Dan kau menjelek-jelekkan orang yang sudah meninggal, apa maksudmu?!! Sungguh, mulutmu sangat tajam, Fez!
Fez mengangkat bahu, lalu pergi meninggalkanku dan Isaac yang masih terbengong.
“Keparat!! Bisanya dia menghina orang yang sudah meninggal? Dan lagi... apa sih maksudnya? Menyinggung-nyinggung segala. Apa dikiranya aku sama dengannya?! Playboy kutu busuk!!” cercaku dengan suara tertahan.
Isaac mengangkat bahu. “Well, kita yang rencananya ingin menegur Fez, malah dia yang menegur kita. Ada-ada saja,” ujarnya santai.
Aku menatap Isaac heran. “...Dia juga mencelamu habis-habisan. Apa kata-katanya kurang tajam untukmu?”
“Dia juga pernah mencelaku seperti itu sebelumnya. Jadi aku tidak kaget,” jawab Isaac.
Apa-apaan..?? 
Aku menghela nafas panjang berkali-kali. Kulihat Isaac berjalan ke sudut ruangan dan membukai kain penutup lukisan Fez. Rupanya dia ingin tahu ada lukisan apa lagi yang baru selesai digarap oleh Fez.
Aku bergumam, “Apa dikiranya dia, yang paling benar? Bisa mempermainkan wanita saja bangga. Sakit! Ada apa sih dengan saudara kembarmu itu, Ike? Psikopat. Maniak seks. Sakit jiwa. Bagaimana bisa ada orang seperti itu?”
"Mungkin dia memang terlalu ketagihan seks, Beau. Sudahlah. Kuyakin suatu saat dia akan kena batunya sendiri," sahut Isaac.
"Tapi apa dia tidak bisa pakai akal sehatnya sedikit saja??"
“Oh Tuhan!! Jadi karena hal ini?!” seru Isaac tiba-tiba.
Aku menoleh. Isaac tengah melihat salah satu lukisan Fez, terlihat keterkejutan dari wajahnya. “...Ada apa?” tanyaku sambil berjalan mendekati Isaac.
“Kau ingat kan, tadi Hollie sempat mau mengatakan sesuatu, tapi lalu diurungkan? Dia bilang itu memalukan? Apa ini jawabannya?” ujar Isaac sambil menunjukkan padaku lukisan yang dilihatnya, yaitu lukisan Hollie yang tampil polos, tanpa sehelai benang pun, sedang duduk di atas sofa berlapis kain putih. Pencahayaan pada lukisan itu terlukis kuat, membuat Hollie yang tampak begitu cantik, nampak semakin memukau dan bercahaya.
Lukisan yang sempurna.. tapi justru membuatku shock. Jadi Hollie pun sudah dihabisi seperti model-model nudis Fez yang lain!! 
"Memang benar-benar gila, orang itu!” umpatku.


Chapter 38. Magnum 
"Lalu bagaimana perkembangannya, dude? Ada kesempatan?" aku berbicara via telepon dengan orang bayaranku. Ada satu misi besar yang harus dituntaskannya sore ini.
Terdengar dari seberang telepon, "Belum ada, Bos. Dia masih di motorhome."
Aku berdecak tidak sabar. "Memangnya kau tidak bisa langsung saja ke parkiran dan sabotase mobilnya??"
"Kan tadi sudah kujelaskan situasinya, sulit. Ada banyak orang. Bisa langsung ketahuan kalau aku bergerak sekarang."
"Oke. Teruskan mengintai. Kalau ada kesempatan, langsung kau ambil. Jangan sia-siakan waktu!"
"Ah, lihat, sasaran baru saja keluar dari motorhome."
"Hm. Lalu?"
Orang bayaranku, ah sebut saja dia Riffle. Dia tertawa. "Kayaknya dia sedang dirayu cewek. Cewek bertanktop putih, manis juga sih. Mungkin dia salah satu umbrella girl? Entahlah."
"Seksi?"
"Biasa.."
"Kalau cewek itu berbokong oke, ada kemungkinan kalau dia umbrella girl."
"Hmm, sepertinya bukan. Oh. Ada seorang cewek lagi mendekati sasaran. Dia kayaknya bukan orang sini, mungkin temannya. Pacarnyakah? Rambutnya coklat panjang sepunggung."
Aku berpikir sejenak. ".. Aneh. Seharusnya mereka sudah putus."
"Sasaran dan cewek rambut coklat itu akan pergi, Bos. Entah kemana. Kuikuti sekarang?"
"Tentu!! Pakai tanya lagi."
Beberapa menit kemudian, "Hey, mereka pergi kemana?" tanyaku.
"Entahlah, tapi yang jelas bukan mengarah ke tempat tinggal sasaran."
"Kau masih mengikuti mereka kan??"
"Tentu. Oh, mereka berbelok ke kafe."
"Semoga saja kali ini kau bisa ambil kesempatan."
"Great.. di lokasi tidak begitu banyak orang. Dan sasaran memarkir mobilnya tepat di bawah pohon! That's just.. Perrrrfeectttt!"
Aku tidak bisa menahan senyumku. "..Tunggu sampai sasaran dan cewek itu masuk ke dalam kafe, pastikan mereka ataupun orang lain tidak melihat gerakanmu!!"
"Serahkan padaku."
Beberapa saat kemudian.
"Lokasi aman, saatnya aku bergerak."
"Oke, pastikan kau buat remnya tidak berfungsi, lakukan dengan cepat. Kunci mobil sasaran sudah kau pegang kan??"
"Tenang."
Ini saatnya. Semoga tidak ada sesuatu yang membuat semua rencana ini berantakan. Semoga orang ini becus melakukan tugasnya. Semoga.....
"Done my job, Bos!!" seru suara di seberang telepon.
"Sudah? Kau yakin? Kau yakin tidak ada yang melihat???"
"Tenang, Bos. Semua rapi. R-A-P-I. Segera transfer ke rekeningku."
"Nanti! Aku mau mendengar berita kecelakaannya dulu, baru kutransfer upahmu."
"Baik.. baik. Kau tenang saja, sebentar lagi ajal pasti menjemputnya."
Aku tersenyum. Tunggulah, adikku sayang. Sebentar lagi hidupmu akan berakhir. Selamat tinggal, sampaikan salamku pada Raja Neraka.
"Hey Bos. Sasaranmu sudah keluar dari kafe," terdengar Riffle memanggilku.
"Yeah? Apa Isaac langsung masuk ke dalam mobil?"
"Yap! He's in. Kau tinggal menunggu kabar kecelakaannya saja!"
"Oke. Trims."
Bloody hell. Aku tidak bisa menahan senyum sedari tadi!
Dan... Oh, apakah sejak awal aku belum memberitahukan siapa aku sebenarnya? Ini aku, Magnum, a.k.a Ferris Rutherford! Juara Dunia Formula 1 yang berbakat, yang tiba-tiba menjadi lumpuh. Dan apakah kelumpuhanku lantas membuatku berhenti bekerja pada Dillinger? Tentu saja tidak!
Nah, yang kulakukan kali ini, anggaplah ini permainan kecil dariku. Tidak ada hubungannya dengan Dillinger dan kelompokku itu. Mengenyahkan Isaac Renauld juga merupakan salah satu tujuanku sejak dulu. Sekarang tinggal dua orang lagi tersisa.. Skenario macam apa yang harus kupersiapkan agar mereka bisa enyah dari muka bumi ini dengan mudah ya?


Chapter 39. Isaac Lawrence Anthony Renauld
Aku keheranan mendapati diriku berdiri di pojok ruang ICU di sebuah rumah sakit, entah dimana, ketika kubuka mataku. 
Apa ini? Apa yang kulakukan di sini?
Ada tiga orang berkumpul di seberangku, mereka sepertinya sedang menangis. Oh, di depan mereka ada pembaringan, dan ada orang tertidur di atas pembaringan itu. Mungkin tiga orang ini sedang menangisi orang yang terbaring di pembaringan itu. Tapi.. Tunggu. Kurasa aku mengenali mereka. 
Tuhan, itu mama! Yang berdiri di sebelahnya itu papa! Dan yang duduk di kursi roda adalah Fez! Jadi?? Yang ada di pembaringan itu... siapa??
Aku berjalan mendekati mereka, lalu aku mengintip dari balik bahu papa, siapa yang sedang mereka tangisi.. dan aku pun terkesiap..... begitu menyadari diriku sendirilah yang berada di atas ranjang! 
Aku??
Tapi, inilah aku! Bagaimana aku bisa tergolek diam begitu di atas ranjang, sementara aku tahu aku ada di sini!
"Papa!" aku mencoba memanggil papa, tapi papa tidak bereaksi. Kuraih tangannya, tapi aku hanya menembus udara. Kurasakan tubuhku membeku. Aku tidak bisa menyentuh papa!
Kuangkat tanganku tinggi, dan kusadari aku memang tembus pandang. Ini.. aku? Aku?? Sudah menjadi roh??? 
Apa aku sudah meninggal?? Apa yang terjadi??

Sekelebatan peristiwa tiba-tiba terbayang di benakku.
Saat itu aku baru saja selesai makan dan berbincang dengan Angie di kafe tak jauh dari sirkuit Silverstone. Kami berpisah dan mengendarai mobil masing-masing, Angie pulang ke arah timur sementara aku ke arah barat. Memang saat aku berkendara aku tahu ada sesuatu yang janggal pada mobilku, tapi entah kenapa aku tidak lantas berhenti dan mengecek. 
Aku meneruskan perjalanan, aku tahu aku memacu mobilku dengan kecepatan yang tidak begitu tinggi. Tiba-tiba mobil di depanku berhenti mendadak. Kuinjak rem, tapi tak ada hasil! Aku heran mengapa mobilku terus saja melaju! Lalu aku membanting stir ke arah kiri, dan kurasakan mobilku menghantam pagar pembatas dengan keras! Mobilku terguling..... lalu aku tidak tahu lagi apa yang terjadi.
Inilah yang terjadi. Aku tewas. Umurmu sudah habis, Isaac Renauld. 

Aku mati? Tapi.. mengapa aku mati seperti ini??
Mengapa ada yang aneh dengan rem mobilku sesaat sebelum aku mati?? 
Apakah ada yang merekayasa? Apakah ada yang menginginkan kematianku??
Jika aku mati karena aku lalai berkendara, aku tidak akan mempermasalahkan! Tapi kini yang terjadi padaku, aku tahu ini bukanlah akibat kelalaianku!
Apa yang terjadi??

Kulihat Fez hendak keluar dari ruangan, kuputuskan akan mengikutinya. 
Fez, kau terlihat terguncang.. 
Di luar ruangan kudapati Beau duduk di kursi tunggu, dia bangkit berdiri begitu melihat Fez. Mereka tampak berbincang sejenak. Walaupun aku bisa melihat Fez dan Beau mengobrol, tapi percakapan mereka seperti terdengar begitu jauh. Seperti suara yang berasal dari bilik lain, terdengar seperti gumaman namun aku bisa dengan jelas menangkap kata-kata. Seperti ketika kau sedang berbicara dengan lawan bicaramu di telepon. 
Kudengar Fez menyuruh Beau masuk dan melihat bagaimana kondisiku, "..Masuklah, Royce. Aku tidak tahu bagaimana harus menghibur James dan Evelyn.. sementara aku pun sama shocknya seperti mereka.."
Oh, Fez.
Beau mengangguk, dan dia pun masuk ke dalam ruangan tempat jenazahku terbaring.
Lalu sekarang apa yang harus kulakukan?
Tuhan, betapa berat cobaan yang harus dilalui oleh keluarga ini. Pertama Fez lumpuh.. lalu kemudian aku? Ditambah juga dengan yang terjadi pada Beau. Oh Tuhan, sampai kapan semua ini berakhir? Semoga papa mama, Fez, serta seluruh keluarga ini bisa menerima kenyataan dan cobaan ini dengan lapang dada dan berikhlas hati.. Aku berdoa padaMu, Tuhan. 
Tanpa ada angin tanpa ada hujan tiba-tiba kulihat Fez tersenyum. 
Eh? Kau tersenyum pada siapa, Fez?
Aku menoleh ke kiri-kanan, aku tidak mendapati siapapun atau apapun yang kurasa bisa membuat senyum Fez tiba-tiba terkembang seperti itu. Kau? Kenapa kau tersenyum Fez?
Sungguh aku belum pernah melihat senyum Fez yang seperti itu. Aku memang baru beberapa tahun bertemu dengan Fez, tapi kurasa aku sudah cukup mengenalnya. Aku hafal senyuman Fez yang tersirat kebanggaan di dalamnya. Aku hafal senyum Fez tatkala bersua dengan wanita cantik. Aku hafal senyuman Fez yang seperti apapun, bahkan aku hafal senyum Fez ketika dia sedang berbohong. Tapi senyuman apa itu yang kini tersungging di wajahnya? Ekspresi licik dan cenderung membahayakan.. tanpa kusadari aku merinding melihat senyuman itu.

Di kejauhan kulihat Margee dan Angie berlarian mendekati Fez dan aku. Air muka Margee, ah, aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. 
Margee, kita benar-benar berpisah.. selama-lamanya. Tidak ada pernikahan.. seperti yang kamu mau. Aku menyesal mengapa aku mengkhianati kamu, dan mengapa kita berpisah dengan cara yang seperti ini, maafkan aku.
"..Fez... Fez.. bagaimana Isaac..?" Margee bertanya pada Fez.
Dan aku heran lagi. Sekarang Fez memasang wajah sedih seperti tadi di dalam ruangan. Apa yang kau lakukan, Fez?
"Fez.. Isaac tidak apa-apa kan..??" Angie mendesak agar Fez cepat memberikan jawaban.
Fez menarik nafas panjang. "..Kuatkan hati kalian. Isaac sudah pergi."
Wajah Angie dan Margee seketika berubah pias. Margee jatuh terduduk di kursi, ia menatap Fez dengan pandangan tidak percaya. "..Kamu bohong kan, Fez..? Kamu bohong...?"
Fez terdiam tidak menjawab.
"Fez, kamu bohong kan..!! Tidak mungkin Isaac meninggal!" Margee histeris. 
Kamu merasa kehilangan aku juga, Marg..? 
"Untuk apa aku berbohong, Marg," jawab Fez. "Kuatkan hatimu. Kalau kamu sudah siap, kamu bisa masuk ke dalam ruangan.. Aku.. kurasa aku akan menyendiri sebentar.." suara Fez terdengar bergetar. "..Kuharap kalian tidak keberatan," katanya lagi sambil menjauhi Angie dan Margee. 
Aku memerhatikan Fez sampai dia hilang dari pandangan. Apa yang kulakukan, aku tadi mencurigai saudara kembarku sendiri! Dia tidak akan sesedih itu jika memang benar prasangkaku! Maafkan aku, Fez.
Aku menoleh lagi pada Margee yang kini menangis sesenggukan, Angie di sampingnya sambil merangkul Margee. 
Terdengar Margee berkata, "...Tidak mungkin Isaac meninggal, Angie... Kenapa.."
Oh.. Margee. 
Benar kamu merasa kehilangan aku?
Aku bermaksud mendekati Margee, namun tiba-tiba sebuah kekuatan entah dari mana menyergapku dan menghempaskanku....................................



Haai! 
Senang dengan cerita ini?
Penasaran kelanjutannya seperti apa?
Komen dulu dong di bawah ;)
ditunggu!

cheers, Camille

9 comments:

  1. Mantabs!!
    W keterusan ikutin ini, gara2 ada balapan f1nya Wkkwkwwkk! W tunggu kelanjutannya!

    ReplyDelete
    Replies
    1. ditunggu aja ya.. ^^
      makasih udah mampir & kasih comment.. salam kenal :D

      Delete
    2. Hai Pandu, pls check inbox facebook ya.. ada updatean baru ^^
      semoga suka :D

      Delete
  2. gak update2 lagi nih ,, haahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih udah mampir & kasih comment ya.. :) updateannya udah ready sejak lama, tapi emang belum publish :P ditunggu aja ya

      Delete
    2. Hai Anonymous, bisa minta alamat email / FB / twitter? udah publish updatean baru nih ^^
      -- semoga baca reply-an ini yaa --

      Delete
  3. yaahh kenapa Isaac harus mati? request dong, jangan dibikin mati .. Isaac is a nice guy ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehehehe.... Isaac emang cowok baik ya :D
      requestannya ditampung dulu ya... oya makasih udah mampir & kasih comment ^^ salam kenal

      Delete
    2. Hai Evia, pls check DM di twitter ya.. ada updatean baru. semoga suka! ^^

      Delete